News

Grebeg Suro Girikusumo, Tradisi Perebutan Gunungan di Mranggen, Demak

Demaknews.id-Grebeg Suro Girikusumo adalah salah satu tradisi yang meriah dan penuh makna yang diadakan di Desa Banyumeneng, Kecamatan Mranggen, Demak, Jawa Tengah. Tradisi ini tidak hanya menarik ratusan warga lokal tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya serta spiritualitas masyarakat setempat. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendetail tentang pelaksanaan tradisi Grebeg Suro Giri Kusumo, termasuk sejarah, ritual, dan makna di balik acara tersebut.

Sejarah dan Makna Grebeg Suro Girikusumo

Grebeg Suro Girikusumo adalah tradisi yang telah dilakukan secara turun-temurun untuk memperingati tahun baru Islam atau malam satu Suro. Tradisi ini berakar dari ajaran Ki Ageng Giri, seorang ulama Islam yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di daerah Giri Kusumo. Ki Ageng Giri adalah tokoh sentral dalam sejarah Islam di Demak, dan tradisi ini merupakan napak tilas perjuangannya.

Ritual utama dalam Grebeg Suro Girikusumo adalah perebutan gunungan hasil bumi. Gunungan ini terdiri dari berbagai macam hasil bumi seperti sayuran dan buah-buahan yang disusun menyerupai gunung kecil. Warga percaya bahwa hasil bumi ini mengandung berkah dan keberuntungan. Oleh karena itu, meskipun harus berdesakan, mereka rela antre untuk mendapatkan bagian dari gunungan tersebut.

Pelaksanaan Grebeg Suro Girikusumo

Pelaksanaan Grebeg Suro Girikusumo diawali dengan pengumpulan hasil bumi yang akan dijadikan gunungan. Hasil bumi ini kemudian diarak dari Pesantren Giri Kusumo mengelilingi desa. Pemandangan ini menjadi momen yang sangat dinanti oleh warga, karena selain membawa berkah, arak-arakan ini juga menciptakan suasana kebersamaan dan kekeluargaan di antara mereka.

Selain perebutan gunungan hasil bumi, ada juga ritual pengambilan air dari kendi Pratolo. Air ini berasal dari sumber mata air yang dekat dengan petilasan Ki Ageng Giri. Air tersebut kemudian diarak keliling desa sebelum akhirnya dibagikan kepada warga. Masyarakat percaya bahwa air ini dapat menambah kejernihan berpikir dan membawa berkah.

Tradisi ini juga tidak lepas dari kegiatan religius lainnya. Empat jubah pusaka peninggalan Putra Ki Ageng Giri, yaitu Kiai Zaid Hadi, Kiai Naadzif Zuhri, dan K. Muhamad Munif, diarak dan dikirap keliling desa sebelum akhirnya disimpan kembali di Masjid peninggalan Ki Ageng Giri. Jubah pusaka ini dianggap suci dan memiliki nilai sejarah serta spiritual yang tinggi, sehingga selalu dijaga dan dirawat dengan baik.

Tradisi Grebeg Suro Giri Kusumo di Demak adalah dua contoh bagaimana kearifan lokal dan nilai-nilai spiritual dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Kedua tradisi ini tidak hanya memperkaya budaya lokal tetapi juga memperkuat rasa syukur dan kebersamaan di antara warga.

Melalui acara seperti ini, masyarakat diajak untuk selalu mengingat dan menghargai jasa para leluhur, serta menjaga hubungan harmonis dengan alam dan Sang Pencipta. Semoga tradisi ini terus dilestarikan dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang untuk selalu menjaga dan merayakan kekayaan budaya mereka.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button